Tampilkan postingan dengan label Bangkalan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bangkalan. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Juni 2019

Ujian Calon Ulama "Segelas Air Susu Laut"

MBAH KHOLIL DAN SEGELAS AIR SUSU DI LAUT


Syahdan, Mbah Kholil Bangkalan Madura memanggil tiga santrinya, Mbah Manab (kelak menjadi pendiri Lirboyo) dan dua orang santri lainnya. "Anu Cung, tolong sampean carikan air susu di laut."

Saling pandang sejenak, ketiganya menjawab kompak, "Enggih, Kiai..."

Setelah pamitan mereka langsung berangkat. Dengan bekal keyakinan bahwa dawuh guru walaupun kelihatan mustahil tetap harus dilaksanakan. Selama tiga hari tiga malam mencari di lautan, ternyata hasilnya nihil.

Di tengah keputusasaan ketiganya bermusyawarah. "Bagaimana ini?"

"Lha iya, kalau kita jawab tidak ada berarti kan sama saja mengatakan guru kita tidak tahu, bodoh?" "Seperti beli rokok di toko bangunan," jawab lainnya.

"Wah gini saja, bagaimana kalau kita jawab 'Kami belum menemukan, Kiai,'" kata yang ketiga. Yang akhirnya jawaban ini disetujui dua orang temannya.

Lalu ketiganya sowan kembali ke Mbah Kholil, dan mengatakan kalau belum menemukan.

"Oh gitu. Ayo kalian ikut saya," kata Mbah KH. Kholil singkat.

Kemudian beliau mengajak ke tepi laut. Mengeluarkan gelas yang dibawa dari rumah dan mengambil air laut dengan gelasnya. Aneh bin ajaib, ternyata air laut itu berubah menjadi susu! "Sekarang mintalah kepada Allah keinginan kalian, dengan lantaranku." Ucap Mbah Kholil.

Dua orang santri pertama meminta agar kaya raya. Sedangkan Mbah Manab meminta ilmu yang bermanfaat. Kelak keinginan mereka terkabul. Dua orang santri itu benar-benar kaya raya, namun kekayaannya habis berbarengan dengan meninggalnya. Sedangkan Mbah Manab bisa mendirikian Pondok Pesantren Lirboyo yang santrinya menyebar ke seluruh Nusantara.

(Sumber kisah: Kiai Anwaril Mustofa dari KH. Fathoni Tanggungharjo Grobogan Jawa Tengah via fp IlmuTasawuf.com dan Pustaka M2HM).


Minggu, 12 Agustus 2018

Dzurriyyah Syaikhina Kholil Bangkalan : Tentang Ulama

Tulisan Dzurriyah Syaikhona Kholil Bangkalan



ﺇﻋﻠﻢ ﻳﺎ ﺃﺧﻲ ﺃﻥ ﻟﺤﻮﻡ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎء
ﻣﺴﻤﻮﻣﺔ ﻭ ﻋﺎﺩﺓ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻫﺘﻚ
ﺃﺳﺘﺎﺭ ﻣﻨﺘﻘﺼﻬﻢ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ﻭ ﺃﻥ ﻣﻦ
ﺃﻃﻠﻖ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎء ﺑﺎﻟﺜﻠﺐ
ﺇﺑﺘﻼﻩ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺒﻞ ﻣﻮﺗﻪ ﺑﻤﻮﺕ
ﺍﻟﻘﻠﺐ - ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ -

" Ketahuilah wahai saudaraku.. Bahwa
daging para Ulama itu beracun. Dan balasan Allah bagi orang yang merendahkan mereka
sudah sangat diketahui. Barang siapa yang lisannya berkata buruk atas mereka maka Allah akan balas ia dengan kematian hati sebelum kematian jasadnya. - Al-Hafidz Ibnu Asakir -

ﺇﻥ ﺍﻟﻮﻗﻮﻉ ﺑﻨﺤﻮ ﻏﻴﺒﺔ ﺃﻭ ﻧﻤﻴﻤﺔ
ﻓﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ
 ﻣﻦ ﻛﺒﺎﺋﺮ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ ﻓﻔﺎﻋﻠﻪ ﻓﺎﺳﻖ
ﻣﺮﺩﻭﺩ ﺍﻟﺸﻬﺎﺩﺓ  -- ﻭ ﻗﺪ ﺟﺮﺏ
ﺃﻧﻪ ﻣﻦ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎء ﺍﻣﺘﺤﻦ
ﺑﺴﻮء ﺍﻟﺨﺎﺗﻤﺔ ﻭ ﺍﻟﻌﻴﺎﺫ ﺑﺎﻟﻠﻪ -
ﺍﻟﺤﺒﻴﺐ ﺯﻳﻦ ﺑﻦ ﺳﻤﻴﻂ -

" Sesungguhnya berkomentar buruk atas
Ulama dengan menggunjing atau
mengadu domba itu termasuk dari dosa- besar. Pelakunya dihukumi fasiq dan kesaksiannya tidak diterima. Dan sudah termasuk hal yang
mujarab, bahwa orang yang berkata buruk
atas ulama maka ia akan mati su'ul Khotimah.." -Al Habib Zain Bin Smith-

Mereka yang menghujat KH. Ma'ruf Amin itu sejatinya tak pernah membela kebenaran.
Mereka hanya membela ego dan nafsu amarah
mereka. Persis seperti dalam sebuah 'dawuh' yang konon adalah kalam Imam Malik :

"Ketika engkau melihat seorang yang mengaku membela kebenaran, tapi ia malah menghujat, menggunjing dan mencaci maki, maka
ketahuilah bahwa niatnya tidaklah benar. Karena kebenaran tak pernah membutuhkan itu semua.. "

Mereka tak ubahnya orang yang mencelakakan dirinya sendiri dengan membenturkan
kepalanya kepada sebuah gunung..

ﻳﺎ ﻧﺎﻃﺢ ﺍﻟﺠﺒﻞ ﺍﻟﺸﻢ ﻟﻴﻜﻠﻤﻪ *
ﺃﺷﻔﻖ ﻟﻨﻔﺴﻚ ﻻ ﺗﺸﻔﻖ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﺠﺒﻞ

" Wahai kau yang membenturkan kepalanya kepada sebuah gunung yang tinggi untuk melukainya..  Kasihanilah dirimu, jangan kasihani gunung itu.. "

Seorang yang dengan mudahnya berkomentar
buruk atas seorang ulama maka - tanpa ia sadari - ia telah berada dalam bahaya yang sangat besar, meskipun Sang Ulama telah memaafkan  tapi Allah dan Rasul-Nya tak akan membiarkan Ulama-Nya direndahkan begitu saja..

Saya jadi teringat sosok Syaikhina Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, beliau - seperti halnya KH. Makruf - dulu dipuja-puja dan dihormati. Tapi setelah konflik Suriah meletus, hanya karena nggak pro Demonstran dan pihak yang anti pemerintah beliau dicaci maki habis-habisan. Dituding sebagai Syiah, Ulama Su', Penjilat pemerintah, dan fitnah-fitnah keji lainya. Kitab-kitabnya dibakar dan namanya selalu menjadi bulan-bulanan media. Imbasnya Jama'ah pengajiannya yang dulu sekitar 5-ribuan berkurang drastis nggak sampai seratus orang. Jasa-Jasanya selama puluhan tahun membimbing dan mengayomi rakyat Suriah sama sekali tak dihargai, puncaknya beliau 'Syahid' dibom ketika mengajar Tafsir di Masjid Jami' Al-Iman bersama puluhan murid-muridnya.

Setelah Syaikh Buthy wafat, seorang wanita Sholihah di Damaskus bermimpi bertemu Rasulullah Saw, ( Sebagaimana diceritakan Cucunya Syaikh Mahmud Al-Buthy dan Muridnya Syaikh Muhammad Al-Fahham).

Dalam mimpi itu Rasulullah Saw memakai pakaian yang sangat indah, beliau berkata pada Syaikh Buty yang ada di depannya : " Pergilah kau menyusul ayahmu di sana.." ( Syaikh Mulla ayah Syaikh Buthy adalah salah satu Awliya' besar di zamannya ).

Wanita Sholihah itu lantas bertanya kepada Rasulullah :

" Bagaimana dengan mereka yang menyakitinya Wahai Rasul.. ?"

Syaikh Buthy menimpali : " Saya sudah memaafkan mereka Ya Rasulullah .. "

Tapi Rasulullah Saw dengan nada marah berkata : " Adapun aku.. Aku tak akan pernah memaafkan mereka.. "

Jadi jangan kira 'komentar' buruk atas seseorang- di lisan atau tulisan - itu sebuah perkara 'remeh'.. Apalagi jika berkaitan dengan harga diri para Ulama. Allah tak akan pernah diam melihat para Kekasih-Nya direndahkan dan disakiti ..

  من عادى لي و ليا فقد آذنته بالحرب .. إن لم يكن العلماء أولياء فليس لله ولي ..

Kita boleh berbeda pendapat dengan para Ulama, tapi jangan sampai hal itu justru menghilangkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia yang sedari dulu dikenal sebagai Bangsa yang sangat menjunjung tinggi Tadhim dan budi luhur kepada para kiai dan ulama, lebih-lebih kepada para kiai sepuh. Saya tak ingin mengomentari sikap yang diambil Kiai Ma'ruf, namun saya yaqin haqqul yaqin 'Ghiroh' beliau terhadap Agama jauh lebih besar daripada kita.

Dengan ilmu dan kapasitas yang beliau miliki tentunya beliau lebih tahu sikap mana yang harus dipilih dan kemana ia harus melangkah. Tak elok rasanya jika kita yang bukan siapa-siapa, tak tahu apa-apa dan minim jasa kepada Ummat ini malah 'sok-sok'-an mengomentari dan menyetir keputusan apa yang seharusnya ia ambil.

Seperti yang dikatakan pepatah Hadhramaut :

" Qif inda Haddak.. wa illa Takun Dhiddak.."

Jangan engkau lewati batasmu, jika tidak kau akan menjadi bumerang untuk dirimu sendiri.."

 * Ismael Amin Kholil, Tarim, 22 Rojab 1439 H.

#hwmi #nu
www.hwmi.or.id

Jumat, 03 Agustus 2018

Kiai Bahar Santri Kiai Kholil Bangkalan Madura

#hikayat
KIAI BAHAR SIDOGIRI: MEMBUAT SYAIKHONA KHOLIL MENETESKAN AIR MATA SAMPAI 7 TURUN DARI KETURUNANNYA HARUS MONDOK DI SIDOGIRI





Kiai Bahar bin Norhasan bin Noerkhotim mondok di pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan pada umur 9 atau 12 tahun. Di antara teman seperiode beliau ketika mondok di Bangkalan adalah KH Manaf Abd Karim, pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Tidak banyak keterangan tentang bagaimana Kiai Bahar saat nyantri di Bangkalan, baik tahun atau kegiatan kesehariannya. Namun kisah yang masyhur adalah tentang beliau ditakzir dan “diusir” oleh gurunya.
Alkisah, ketika Bahar kecil mondok di pesantren Syaikhona Kholil, beliau bermimpi tidur dengan istri Syaikhona Kholil. Pagi harinya (versi lain waktu Subuh) Syaikhona Kholil keluar dengan membawa pedang (versi lain golok tumpul) sambil marah-marah pada santrinya.
“Korang ajer! Sapah malemmah tedung bereng bi’ tang bineh. Ayoh ngakoh! Sapah malemmah tedung bereng bi’ tang bineh?! (Kurang ajar! Siapa tadi malam yang tidur dengan istri saya? Ayo mengaku! Siapa yang tadi malam tidur dengan istri saya?!),” kata Syaikhona Kholil dalam bahasa Madura.
Semua santri ketakutan dan tidak ada yang berani menjawab, karena mereka merasa tidak melakukannya. Lalu Syaikhona Kholil menyuruh mereka berjalan dua-dua (bergandengan) di depan beliau.
“Ayuh keluar wek-duwek! (Ayo keluar dua-dua!),” bentak Syaikhona Kholil yang terkenal keras itu.
Para santri pun keluar secara bergandengan. Namun, santri yang terakhir tidak ada gandengannya. Syaikhona Kholil yang mengetahui hal itu heran dan berkata, “Leh, riyyah kemmah berengah? (Lah, ini mana gandengannya?).”
“Sobung Kiaeh (tidak ada Kiai),” jawab santri yang tanpa pasangan tersebut dengan gemetar.
“Paleng se ngetek jiah se tedung bi’ tang bineh! Ayuh sare’en, sare’en! (Mungkin yang bersembunyi itu yang tidur dengan istri saya! Ayo cari, cari!),” perintah beliau.
Segera semua santri (yang waktu itu berjumlah 20 orang) mencari Bahar kecil yang bersembunyi di biliknya (kamar) karena merasa bersalah dengan mimpi yang beliau alami. Akhirnya Bahar kecil ditemukan dan dibawa ke hadapan Syaikhona Kholil. Dengan berterus terang, Bahar kecil menceritakan apa yang dialaminya itu, “Enggi kauleh Kiaeh, keng kauleh nekah mempeh! (Ya, memang saya yang melakukannya Kiai, tapi cuma mimpi!).”
Setelah mendengarkan penuturan santrinya itu, Syaikhona Kholil menghukumnya dengan disuruh menebang pohon-pohon bambu (barongan) di belakang dalem (rumah) dengan pedang tumpul yang sejak tadi dalam genggaman beliau.
“Setiah be’en etindak bi’ engko’! Barongan se bedeh neng budinah romah ruah ketok kabbi sampek berse! Jek sampek bedeh karenah tekkaah daun settong! (Sekarang kamu saya tindak. Rumpun bambu yang ada di belakang rumah saya itu tebang semua sampai bersih! Jangan sampai ada sisanya, meskipun selembar daun!),” kata beliau.
Dalam riwayat lain, Syaikhona Kholil mengatakan, “Reng-perreng poger kabbih, seareh koduh mareh! (Bambu-bambu itu tebang semua, sehari harus selesai).” Ajaib, ternyata Bahar kecil bisa merampungkannya setengah hari.
Setelah selesai dari tugasnya, Bahar kecil pergi menghadap Syaikhona Kholil, untuk melaporkan hasil pekerjaannya. Syaikhona Kholil yang melihatnya menghadap bertanya dengan nada tinggi, “Mareh (sudah)?!”
Bahar kecil menjawab singkat, “Enggi, ampon (Iya, sudah)” sambil menyerahkan kembali pedang yang dibawanya tadi.
Setelah itu, Syaikhona Kholil mengajaknya ke dalam suatu ruangan yang di dalamnya tersedia beberapa talam penuh nasi, lengkap dengan lauk-pauknya, yang konon cukup untuk makan 40 orang. Ternyata Syaikhona Kholil menyuruhnya menghabiskan semuanya.
“Setiah, riyyah kakan patadek! Jek sampek tak epetadek. Mon sampek tak apetadek, e padhdheng been! (Sekarang, makan ini sampai habis! Jangan sampai tidak dihabiskan. Kalau tidak dihabiskan, saya tebas kamu!),” perintahnya dengan nada mengancam.
Secara akal, tidak mungkin satu orang bisa menghabiskan makanan sebanyak itu. Tetapi ternyata Bahar kecil bisa memakan semuanya sampai habis dalam waktu singkat.
Setelah selesai, Syaikhona Kholil membawanya ke ruangan lain yang penuh dengan aneka buah-buahan.
“Setiah, riyyah petadek! (Sekarang, habisakan ini!),” perintah beliau. Segera Bahar kecil melaksanakan perintah gurunya. Buah-buahan dalam ruangan itu pun habis dalam waktu singkat.
Setelah itu, Bahar kecil diajak keluar dari ruangan itu oleh Syaikhona Kholil dengan menangis. Bahar kecil tidak mengerti, kenapa gurunya menangis.
“Tang elmoh la epatadek bi’ Mas Bahar. Wes lah kakeh moleh (Ilmuku sudah dihabiskan oleh Mas Bahar. Sudah pulanglah kamu!),” kata Syaikhona Kholil kepada Bahar kecil seraya mengusap air matanya. Nasi, lauk-pauk, serta buah-buahan merupakan isyarah akan aneka macam ilmu Syaikhona Kholil.
Riwayat lain menyebutkan bahwa Syaikhona Kholil berkata, “Engkok nyareh elmoh neng Sidogiri payah, setia lah ekoneiin pole (Saya menacari ilmu ke Sidogiri dengan susah payah, sekarang sudah dijemput [baca: diambil] kembali).” Dan sebagian riwayat menyebutkan, setelah Bahar kecil selesai membabat pohon bambu, beliau disiram/dimandikan oleh Syaikhona Kholil. Ketika disiram, beliau melafalkan niat wudhu. Setelah itu Syaikhona Kholil menyuruh beliau pulang ke Sidogiri.
Saat Bahar kecil pulang ke Sidogiri, Syaikhona Kholil mengikutsertakan 7 santrinya dari Madura untuk menjadi santri Bahar kecil. Masa mondok Bahar kecil kepada Syaikhona Kholil adalah seminggu, atau kurang dari satu bulan. Setelah pulang, Bahar kecil langsung menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Karena usianya yang sangat muda beliau Kiai Bahar dikenal dengan sebutan Kiai Alit (dalam bahasa Jawa, “alit” berarti “kecil”.
Menurut riwayat, setelah peristiwa itu, Syaikhona Kholil Bangkalan pernah berkata tentang Sidogiri, “Tujuh turun dari keturunan saya harus mondok di Sidogiri.”











Selasa, 17 Juli 2018

JODOH UNTUK MBAH HASYIM




JODOH UNTUK MBAH HASYIM.

Ketika Mbah Hasyim nyantri di Bangkalan beliau diberi tugas mengurusi kuda milik Mbah Kholil hingga kesempatan untuk ngajipun tidak banyak. Suatu hari Mbah Kholil kedatangan tamu dari Jawa dan kebetulan dia seorang Kyai namun santrinya tak sampai ratusan hanya puluhan saja. Setelah tamu ditanya keperluannya apa, lalu tamu tersebut mengutarakan keperluannya kepada Mbah Kholil.

Tamu: “Mbah Kholil, saya datang kesini kyai pertama niat silaturahmi dan yang kedua saya hendak menikahkan putri saya berhubung dia sudah dewasa kiranya patut saya carikan jodoh apalagi usia saya juga sudah ada di ambang pintu ajal yang tak lama lagi Allah pasti memanggil ruh saya Kyai. Jika ada Kyai, saya mohon petunjuk dan izin Kyai untk mencarikannya”.

Tanpa berfikir panjang Mbah Kholil langsung memanggil Mbah Hasyim yang ada di belakang rumah beliau yang sedang ngurusi kuda. Spontan Mbah Hasyim yang mendengar suara gurunya memanggil langsung lari tunggang langgang menghadap sang guru.
Mbah Hasyim: “Iya Kyai Njenengan manggil saya?”
Mbah Kholil: “Iya”.
Tanpa banyak tanya lagi Mbah Hasyim langsung diam merunduk, lalu Mbah Kholil berkata kepada tamu beliau. Ini dia calon menantumu yang akan meneruskan perjuanganmu. Tamu pun terkejut tegang dan tak habis fikir sambil bergumam dalam hatinya, masa iya sih santri mblasaken seperti ini akan mengurus pesantrenku? Saya tidak yakin bila anak ini banyak ilmunya.
Disisi lain Mbah Hasyim pun terkejut pula sambil begumam dalam hatinya, masa iya ya Mbah Kholil tega akan menjodohkan saya dengan putrinya ulama’ yang begitu mulya dan santrinya banyak nan berwibawa serta alim?
Mbah Kholil lalu menyambung dawuhnya apa yang keduanya pikirkan.

Mbah Kholil: “Sudahlah kamu (tamu) pulang saja dan siapkan selamatannya di rumahmu. Tiga hari lagi aqad nikah dilaksanakan. Dan kamu Hasyim kembali ke belakang!”
Mbah Hasyim pun kembali ke tempat tugasnya dengan hati yang risau, pikiran kacau balau dan perasaan galau, sembari bertanya-tanya dalam hati kecilnya: “Bagaimana saya bisa menjalani ini semua, kenapa guru tidak memberi tau saya sebelumnya atau paling tidak menawarkannya?”
Gundah gulana bimbang ragu dan bingung terus berkecamuk dalam fikiran Mbah Hasyim. Di saat-saat seperti itulah Hidayah Allah ditampakkan. Mbah Hasyim teringat dimana suatu hari saat Mbah Kholil mulang (ngajar) kitab beliau Dawuh sederhana saja : “Barang siapa di antara kalian yang ingin tercapai hajatnya maka bacalah sholawat nariyah sebanyak-banyaknya dan pada waktu ijabah sangat dianjurkan yaitu setelah separuh malam hingga menjelang subuh”.
Saat malam kira-kira jam 12 malam, Mbah Hasyim melaksanakan apa yang pernah diucapkan gurunya itu yaitu membaca Shalawat Nariyah sebanyak-banyaknya, dan menjelang Subuh beliau ketiduran dan hal ajaib dimana dalam mimpi tidur sekejapnya beliau bermimpi bertemu Imam al-Bukhari dan mengajarkan kepada beliau hadits shahih selama 40 tahun lamanya, lalu beliau terbangun serta terkejut tidak percaya atas mimpinya itu.

Di malam yang kedua terjadi lagi, dalam mimpinya beliau bertemu Imam as-Syafi’i dan mengajarkan kepada beliau kitab-kitab Fiqih dari bebagai Madzhab yaitu Imam as-Syafi’i sendiri Hanafi Maliki dan Hanbali selama 40 Tahun lamanya.

Dimalam ke tiga beliau bermimpi bertemu dgn Imam al-Ghazali dan Junayd al-Baghdady yang mengajarkan beliau kitab-kitab tasawwuf selama 40 tahun. Setelah beliau bangun, beliau terkejut dan bertanya dalam pikirannya apa makna dari semua mimpi ini.
Kesokan harinya beliau hendak bertanya kepada gurunya namun tidak ada kesempatan karena beliau justru disuruh siap-siap berangkat ke rumah calon mertua untuk melangsungkan aqad nikah.

Lalu keduanya pun berangkat hingga ditempat tujuan langsung dilakukan Aqad Nikah selesai itu Mbah Kholil akan pulang ke Bangkalan. Sepatah katapun tak ada yang keluar terucap dari Mbah Kholil mulai dari Bangkalan hingga sampai di tempat akad pernikahan. Baru Mbah Kholil hendak pulang beliau dawuh kepada Mbah Hasyim lalu kepada mertuanya dan disaksikan banyak santri dan tamu undangan.
Kepada Mbah Kholil: “Hasyim Jangan Nyelewang-Nyeleweng ya! Ibadah ikut yang dicontohkan Nabi melalui ulama’nya dan ikutilah ulama’nya Allah agar selamat, Allah pasti bersamamu.”
Kepada mertua Mbah Hasyim: “Jangan ragu dengan Hasyim dia sudah ngaji 120 tahun lamanya.”

Baik Mbah Hasyim, mertua dan para tamu tidak begitu paham serta kebingungan menafsiri dawuh Mbah Kholil karena mereka pikir ini gak masuk akal kapan ngajinya sampai 120 tahun sementara usia beliau belum sampai 50 tahun. Lalu Mbah Kholilpun balik ke Bangkalan.

Esoknya Mbah Hasyim diuji mertuanya sembari ingin membuktikan se alim apakah menantunya yang dijagokan gurunya itu. Dan beliaupun dengan agak gugup berada di masjid sementara di tempat yang biasa mertuanya duduk sudah disediakan 2 kitab tafsir dan hadits, tanpa ditanya si santripun dan Ustadz memberitahukan batas yang harus diajarkan dan dibaca, nah keajaiban pun dimulai tanpa harus menengok apalagi memegang kitabnya Mbah Hasyim langsung membaca dengan fasih dan hafal diluar kepala serta membahasnya laiknya Masyayikh yang sudah kenyang dengan segudang ilmu, tak satupun ada yang salah.

Ustadz dan santri senior yang tidak yakin dengan kemampuan beliaupun pun menjadi takjub begitupula mertuanya yang mengintip dari celah jendela rumahnya pun ikut takjub.
Dari hari itu hingga seterusnya Mbah Hasyimlah yang molang semua kitab-kitab klasik yang tebal dari berbagai cabang ilmu agama Islam. Itulah beberapa karomah Mbah Kholil kepada Mbah Hasyim dan masih banyak lagi karomah-karomah beliau kepada santri-santri beliau yang lain.

Semoga Alloh SWT Senantiasa Mengalirkan Tetesan-Tetesan Barokah dan Manfaat dari beliau-beliau ini kepada kita dan anak cucu kita sehingga kita tetap berada di jalur ASWAJA.

MAJELIS HIKMAH ISLAM
(Dzikir-Sholawat-Santunan)
WA 081333444092.