Tampilkan postingan dengan label Dzurriyyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dzurriyyah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Agustus 2018

Dzurriyyah Syaikhina Kholil Bangkalan : Tentang Ulama

Tulisan Dzurriyah Syaikhona Kholil Bangkalan



ﺇﻋﻠﻢ ﻳﺎ ﺃﺧﻲ ﺃﻥ ﻟﺤﻮﻡ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎء
ﻣﺴﻤﻮﻣﺔ ﻭ ﻋﺎﺩﺓ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻫﺘﻚ
ﺃﺳﺘﺎﺭ ﻣﻨﺘﻘﺼﻬﻢ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ﻭ ﺃﻥ ﻣﻦ
ﺃﻃﻠﻖ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎء ﺑﺎﻟﺜﻠﺐ
ﺇﺑﺘﻼﻩ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺒﻞ ﻣﻮﺗﻪ ﺑﻤﻮﺕ
ﺍﻟﻘﻠﺐ - ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ -

" Ketahuilah wahai saudaraku.. Bahwa
daging para Ulama itu beracun. Dan balasan Allah bagi orang yang merendahkan mereka
sudah sangat diketahui. Barang siapa yang lisannya berkata buruk atas mereka maka Allah akan balas ia dengan kematian hati sebelum kematian jasadnya. - Al-Hafidz Ibnu Asakir -

ﺇﻥ ﺍﻟﻮﻗﻮﻉ ﺑﻨﺤﻮ ﻏﻴﺒﺔ ﺃﻭ ﻧﻤﻴﻤﺔ
ﻓﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ
 ﻣﻦ ﻛﺒﺎﺋﺮ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ ﻓﻔﺎﻋﻠﻪ ﻓﺎﺳﻖ
ﻣﺮﺩﻭﺩ ﺍﻟﺸﻬﺎﺩﺓ  -- ﻭ ﻗﺪ ﺟﺮﺏ
ﺃﻧﻪ ﻣﻦ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎء ﺍﻣﺘﺤﻦ
ﺑﺴﻮء ﺍﻟﺨﺎﺗﻤﺔ ﻭ ﺍﻟﻌﻴﺎﺫ ﺑﺎﻟﻠﻪ -
ﺍﻟﺤﺒﻴﺐ ﺯﻳﻦ ﺑﻦ ﺳﻤﻴﻂ -

" Sesungguhnya berkomentar buruk atas
Ulama dengan menggunjing atau
mengadu domba itu termasuk dari dosa- besar. Pelakunya dihukumi fasiq dan kesaksiannya tidak diterima. Dan sudah termasuk hal yang
mujarab, bahwa orang yang berkata buruk
atas ulama maka ia akan mati su'ul Khotimah.." -Al Habib Zain Bin Smith-

Mereka yang menghujat KH. Ma'ruf Amin itu sejatinya tak pernah membela kebenaran.
Mereka hanya membela ego dan nafsu amarah
mereka. Persis seperti dalam sebuah 'dawuh' yang konon adalah kalam Imam Malik :

"Ketika engkau melihat seorang yang mengaku membela kebenaran, tapi ia malah menghujat, menggunjing dan mencaci maki, maka
ketahuilah bahwa niatnya tidaklah benar. Karena kebenaran tak pernah membutuhkan itu semua.. "

Mereka tak ubahnya orang yang mencelakakan dirinya sendiri dengan membenturkan
kepalanya kepada sebuah gunung..

ﻳﺎ ﻧﺎﻃﺢ ﺍﻟﺠﺒﻞ ﺍﻟﺸﻢ ﻟﻴﻜﻠﻤﻪ *
ﺃﺷﻔﻖ ﻟﻨﻔﺴﻚ ﻻ ﺗﺸﻔﻖ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﺠﺒﻞ

" Wahai kau yang membenturkan kepalanya kepada sebuah gunung yang tinggi untuk melukainya..  Kasihanilah dirimu, jangan kasihani gunung itu.. "

Seorang yang dengan mudahnya berkomentar
buruk atas seorang ulama maka - tanpa ia sadari - ia telah berada dalam bahaya yang sangat besar, meskipun Sang Ulama telah memaafkan  tapi Allah dan Rasul-Nya tak akan membiarkan Ulama-Nya direndahkan begitu saja..

Saya jadi teringat sosok Syaikhina Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, beliau - seperti halnya KH. Makruf - dulu dipuja-puja dan dihormati. Tapi setelah konflik Suriah meletus, hanya karena nggak pro Demonstran dan pihak yang anti pemerintah beliau dicaci maki habis-habisan. Dituding sebagai Syiah, Ulama Su', Penjilat pemerintah, dan fitnah-fitnah keji lainya. Kitab-kitabnya dibakar dan namanya selalu menjadi bulan-bulanan media. Imbasnya Jama'ah pengajiannya yang dulu sekitar 5-ribuan berkurang drastis nggak sampai seratus orang. Jasa-Jasanya selama puluhan tahun membimbing dan mengayomi rakyat Suriah sama sekali tak dihargai, puncaknya beliau 'Syahid' dibom ketika mengajar Tafsir di Masjid Jami' Al-Iman bersama puluhan murid-muridnya.

Setelah Syaikh Buthy wafat, seorang wanita Sholihah di Damaskus bermimpi bertemu Rasulullah Saw, ( Sebagaimana diceritakan Cucunya Syaikh Mahmud Al-Buthy dan Muridnya Syaikh Muhammad Al-Fahham).

Dalam mimpi itu Rasulullah Saw memakai pakaian yang sangat indah, beliau berkata pada Syaikh Buty yang ada di depannya : " Pergilah kau menyusul ayahmu di sana.." ( Syaikh Mulla ayah Syaikh Buthy adalah salah satu Awliya' besar di zamannya ).

Wanita Sholihah itu lantas bertanya kepada Rasulullah :

" Bagaimana dengan mereka yang menyakitinya Wahai Rasul.. ?"

Syaikh Buthy menimpali : " Saya sudah memaafkan mereka Ya Rasulullah .. "

Tapi Rasulullah Saw dengan nada marah berkata : " Adapun aku.. Aku tak akan pernah memaafkan mereka.. "

Jadi jangan kira 'komentar' buruk atas seseorang- di lisan atau tulisan - itu sebuah perkara 'remeh'.. Apalagi jika berkaitan dengan harga diri para Ulama. Allah tak akan pernah diam melihat para Kekasih-Nya direndahkan dan disakiti ..

  من عادى لي و ليا فقد آذنته بالحرب .. إن لم يكن العلماء أولياء فليس لله ولي ..

Kita boleh berbeda pendapat dengan para Ulama, tapi jangan sampai hal itu justru menghilangkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia yang sedari dulu dikenal sebagai Bangsa yang sangat menjunjung tinggi Tadhim dan budi luhur kepada para kiai dan ulama, lebih-lebih kepada para kiai sepuh. Saya tak ingin mengomentari sikap yang diambil Kiai Ma'ruf, namun saya yaqin haqqul yaqin 'Ghiroh' beliau terhadap Agama jauh lebih besar daripada kita.

Dengan ilmu dan kapasitas yang beliau miliki tentunya beliau lebih tahu sikap mana yang harus dipilih dan kemana ia harus melangkah. Tak elok rasanya jika kita yang bukan siapa-siapa, tak tahu apa-apa dan minim jasa kepada Ummat ini malah 'sok-sok'-an mengomentari dan menyetir keputusan apa yang seharusnya ia ambil.

Seperti yang dikatakan pepatah Hadhramaut :

" Qif inda Haddak.. wa illa Takun Dhiddak.."

Jangan engkau lewati batasmu, jika tidak kau akan menjadi bumerang untuk dirimu sendiri.."

 * Ismael Amin Kholil, Tarim, 22 Rojab 1439 H.

#hwmi #nu
www.hwmi.or.id