Tampilkan postingan dengan label Ngelmu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ngelmu. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Januari 2019

Kisah Gus Dur oleh K.H. Masruri A. Mughni



Gus Dur & KH. Masruri Mughni

KH. Masruri Abdul Mughni, pernah sama-sama nyantri bersama Gus Dur kepada KH. Abdul Fatah Hasyim di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang. “Kamar saya dan Gus Dur bersebelahan. Saya di kamar Pangeran Diponegoro 7, Gus Dur di kamar Pangeran Diponegoro 6,”katanya.

“Tapi dia berkali-kali bilang kalau yang benar-benar menjadi gurunya adalah Mbah Fatah (KH. Abdul Fatah Hasyim) dan Mbah Chudlori (KH. Chudlori) Tegalrejo Magelang,” lanjut Abah Masruri.



Ketika semua orang mengecam Gus Dur karena mau berangkat ke Israel, ia mengatakan,“Biar semua orang mau bilang apa yang penting Mbah Fatah dan Mbah Chudlori mangestoni (memberi restu).” Padahal kedua gurunya itu sudah wafat. Karena itulah banyak yang yakin cucu KH. Hasyim Asy’ari itu punya kemampuan berkomunikasi dengan dunia ghaib.







“Gus Dur yakin betul melawan Israel tidak bisa dengan kekerasan, tetapi mau tidak mau harus pakai jalur diplomatik. Ya harus ke sana bicara baik-baik,” tutur Kiai Masruri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah-2, Benda, Sirampog, Brebes itu.

Demikian pula saat terjadi penembakan terhadap umat Islam minoritas di India, KH. Abdurrahman Wahid di Bali malah mengatakan, “Kalau Mahatma Gandhi Islam, ia adalah wali besar.”

Pernyataannya itu kemudian dikutip sebuah majalah Ibu Kota tanpa kata-kata “Kalau”. Sehingga seolah-olah Gus Dur menyebut Mahatma Gandhi wali besar. Gegerlah semua kiai dan habaib di Indonesia. Melalui jalur Forum Demokrasi (Fordem) India, Gus Dur menempuh jalur diplomasi. Hasilnya umat Islam minoritas tidak ditembaki lagi.

“Saya sedih dihujat umat Islam Indonesia, tetapi saya senang karena umat Islam India tidak ditembaki lagi,” tutur Gus Dur seperti ditirukan Kiai Masruri.

Banyak hal yang sudah dilakukan Gus Dur tanpa orang lain mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Contoh bagaimana humanisnya cucu KH. Hasyim Asy’ari itu disampaikan Drs. H. Ali Mufiz MPA. Saat itu ia yang menjadi Wakil Gubernur Jateng menemui Gus Dur di kantor PBNU.“Gus Dur satu mobil bersama pamannya, KH. M. A. Sahal Mahfudh keluar dari kantor mengambil honor tulisan di Kantor Majalah Tempo,” katanya.

Pada saat tiba kembali di kantor PBNU, tiba-tiba datang seorang temannya yang mengeluh butuh biaya untuk mengobati keluarganya yang sakit. Tanpa menengok kanak-kiri, amplop honor tulisan yang baru saja diambil dari Majalah Tempo langsung diserahkan kepada temannya itu, tanpa sempat membuka isinya terlebih dahulu. Ya, Gus Dur telah tiada, tetapi spiritnya akan terus ada ila akhiriz zaman.


Sanad Ilmu



Sanad Aswaja an-Nahdliyyah

Sanad Madzhab al-Asy'ari di Indonesia

Para ulama Tanah Air, seperti KH. Moh. Hasyim Asy'ari Jombang, KH. Nawawi bin Nur Hasan Pasuruan, KH. Muhammad Baqir Yogyakarta, KH. Abdul Wahhab Hasbullah Jombang, KH. Bisri Syansuri, KH. Baidhawi bin Abdul Aziz Lasem, KH. Ma'shum bin Ahmad Lasem, KH. Muhammad Dimyathi Termas, KH. Shiddiq bin Abdullah Jember, KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar Maskumambang, KH. Abbas Buntet Cirebon dan lain-lain. Para beliau ini berguru kepada: Syekh Muhammad Mahfuzh bin Abdullah al-Tarmasi (1285-1338 H/1868-1920 M), dari gurunya Sayid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha al-Dimyathi al-Husaini al-Syafi'i (w. 1310 H/1892 M), dari gurunya Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan (1231-1304 H/1816-1886 M), dari gurunya Utsman bin Hasan al-Dimyathi, dari gurunya Muhammad bin Ali al-Syanawani al-Syafi'i (w. 1233 H/1818 M), dari gurunya Isa bin Ahmad al-Barawi al-Zubairi al-Syafi'i (w. 1182 H/1768 M), dari gurunya Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Dafari al-Syafi'i (w. setelah 1161 H/ M), dari gurunya Salim bin Abdullah al-Bashri al-Syafi'i (w. 1160 H/1747 M), dari gurunya Abdullah bin Salim al-Bashri al-Makki al-Syafi'i (1048-1134 H/1638-1722 M), dari gurunya Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin al-'Ala' al-Babili al-Syafi'i al-Azhari (1000-1077 H/1591-1666), dari gurunya Ahmad bin Muhammad al-Ghunaimi (964-1044 H/1557-1634 M), dari gurunya Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Ramli (919-1004 H/1513-1596 M), dari gurunya Syaikh al-Islam, Qadhi al-Qudhat Zainuddin Abu Yahya Zakariya bin Muhammad al-Anshari (826-926 H/1423-1520 M), dari gurunya Al-Hafizh Taqiyyuddin Muhammad bin Muhammad bin Fahad al-Makki al-Syafi'i al-'Alawi al-Hasyimi (787-871 H/1385-1466 M), dari gurunya Majduddin Abu Thahir Muhammad bin Ya'qub al-Lughawi al-Syirazi al-Fairuzabadi (729-817 H/1329-1415 M), dari gurunya Al-Hafizh Sirajuddin Umar bin Ali al-Qazwini (683-750 H/1284-1349 M), dari gurunya Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdullah al-Taftazani, dari gurunya Syarafuddin Abu Bakar Muhammad bin Muhammad al-Harawi, dari gurunya Fakhruddin Muhammad bin Umar al-Razi (544-606 H/1150-1210 M), dari gurunya Dhiyauddin Umar bin al-Husain al-Razi (hidup sebelum 559 H/1164 M), dari gurunya Abu al-Qasim Salman bin Nashir bin Imran al-Anshari al-Arghiyani (w. 512 H/1118 M), dari gurunya Imam al-Haramain Dhiyauddin Abu al-Ma'ali Abdul Malik bin Abdullah al-Juwaini (419-478 H/1028-1085 M), dari gurunya Al-Ustadz Abu al-Qasim Abdul Jabbar bin Ali bin Muhammad bin Haskan al-Asfarayini al-Iskaf (w. 452 H/1034 M), dari gurunya Ruknuddin al-Ustadz Abu Ishaq al-Asfarayini (w. 418 H/1027 M), dari gurunya Syaikh al-Mutakallimin Abu al-Hasan al-Bahili dari gurunya Syaikh al-Sunnah, Imam al-Mutakallimin Abu al-Hasan al-Asy'ari (270-330 H/883-947 M), dari gurunya al-Hafidz Zakariya al Saji (220-307 H), dari gurunya Rabi’ al-Muradi (w. 270), dari gurunya al-Muzani (w. 264 H), dari gurunya dari gurunya Muhammad bin Idris bin Syafi’ (w. 204), dari gurunya Imam Malik bin Anas, dari gurunya Nafi’, dari Ibnu Umar, dari Rasulullah Shalla Allahu alaihi wa sallama.

Ibnu Qadli Syuhbah menjelaskan bahwa Imam al-Asy’ari berguru kepada syaikh Zakariya al-Saji, beliau dari Rabi’ dan al-Muzani, keduanya adalah murid Imam Syafii. Dari al-Hafidz Zakariya al-Saji inilah Imam Asy’ari mengutip riwayat dalam madzhab Ahlisunnah (Thabaqat al-Syafiiyah 1/7)

Sanad Madzhab al-Maturidi di Indonesia

Para ulama Tanah Air seperti KH. Moh. Hasyim Asy'ari Jombang, KH. Nawawi bin Nur Hasan Pasuruan, KH. Muhammad Baqir Yogyakarta, KH. Abdul Wahhab Hasbullah Jombang, KH. Bisri Syansuri, KH. Baidhawi bin Abdul Aziz Lasem, KH. Ma'shum bin Ahmad Lasem, KH. Muhammad Dimyathi Termas, KH. Shiddiq bin Abdullah Jember, KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar Maskumambang, KH. Abbas Buntet Cirebon dan lain-lain, dari gurunya Syaikh Muhammad Mahfuzh bin Abdullah al-Tarmasi (1285-1338 H/1868-1920 M), dari gurunya Sayid Abu Bakar bin Muhammad Syatha al-Dimyathi (w. 1310 H/1892 M), dari gurunya Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan (1231-1304 H/1816-1886 M), dari gurunya Utsman bin Hasan al-Dimyathi, dari gurunya Muhammad bin Ali al-Syanwani (w. 1233 H/1818 M), dari gurunya Muhammad bin Muhammad bin Hasan al-Munir al-Samanudi al-Syafi'i (1099-1199 H/1688-1785M), dari gurunya Burhanuddin Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Budairi al-Husaini al-Dimyathi al-Asy'ari al-Syafi'i, populer dengan sebutan Ibn al-Mayyit (w. 1131 H/1719 M), dari gurunya Burhanuddin Abu al-'Irfan al-Mulla Ibrahim bin Hasan al-Kurani (1025-1101 H/1616-1690 M), dari gurunya Ahmad bin Muhammad bin Yunus al-Qusyasyi al-Dajani al-Husaini (991-1071 H/1583-1661 M), dari gurunya Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Ramli (919-1004 H/1513-1596 M), dari gurunya Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshari (826-926 H/1423-1520), dari gurunya Al-Hafizh Ibn Hajar al-'Asqalani (773-852 H/1372-1449 M), dari gurunya Syamsuddin Muhammad al-Qurasyi, dari gurunya Abu Muhammad Abdullah bin Hajjaj al-Kasyqari, dari gurunya Hisyamuddin Husain bin Ali al-Saghnaqi (w. 711 H/1311 M), dari gurunya Muhammad bin Muhammad bin Nashr al-Nasafi (w. 693 H/1294 M), dari gurunya Al-Hafizh Najmuddin Umar bin Muhammad al-Nasafi (461-537 H/1068-1142 M), dari gurunya Al-Qadhi Shadrul Islam Abu al-Yusr Muhammad bin Muhammad bin Husain al-Bazdawi (421-493 H/1030-1100 M), dari gurunya Muhammad bin Husain al-Bazdawi.
Husain bin Abdu Karim al-Bazdawi, dari gurunya Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa bin Isa al-Bazdawi (w. 390 H/1000 M), dari gurunya Abu Manshur al-Maturidi (w. 333 H/945 M).

Demikian mata rantai sanad madzhab al-Asy'ari dan madzhab al-Maturidi yang sampai kepada guru-guru kita, para tokoh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama. Selain sanad di atas, masih banyak jalur-jalur lain yang menyambungkan mata rantai akidah Ahlussunnah Wal-Jama'ah kepada para ulama terdahulu, hingga kepada Rasulullah J. Wallahu a'lam.

Sanad Fikih Aswaja an-Nahdliyyah

Dalam Bidang Fiqih/Hukum Islam, Nahdlatul Ulama bermazhab secara qauli (tekstual) dan  manhaji (metodologis) kepada salah satu Al-Madzahib Al-‘Arba’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan  Hanbali)

KH. Hasyim Asy'ari (w. 1367 H) dari gurunya Syaikhona Kholil Bangkalan Madura (w. 1345 H), dari gurunya Syaikh Abu Bakar bin Muhammad Syatho (w. 1310 H), dari gurunya Syaikh Muhammad Nawawi Al Bantani (w. 1315 H), dari gurunya Syaikh Ahmad Zaini Dahlan (w. 1303 H), dari gurunya Syaikh Abdullah bin Umar, dari gurunya Syaikh Muhammad Salih Rais, dari gurunya Syaikh Ali Al Wana'i, dari gurunya Syaikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al Bujairimi Al Mishriy (w. 1221 H), dari gurunya Syaikh Ahmad bin Ramadlan, dari gurunya Syaikh Sulaiman Al Babili, dari gurunya Syaikh Abdul Aziz Zamzami, dari gurunya Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al Malibari (w. 972 H), dari gurunya Wajihuddin Abdurrahman bin Ziyad Az Zabidi, dari gurunya Syihabuddin bin Ahmad bin Hajar Al Haitamiy (Syaikh Ibn Hajar. W. 974 H), dari gurunya syaikh Abu Yahya Zakarya bin Muhammad bin Ahmad bin Zakarya Al Anshari (w. 927 H), dari gurunya Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Mahalliy (w. 864 H), dari gurunya Syaikh Salih bin Umar bin Ruslan bin Nasir bin Salih Al Bulqini (w. 844 H), dari gurunya Syaikh Umar Al Bulqini, dari gurunya Syaikh Abdurrahim Al Quraisyiy, dari gurunya Syaikh Hibatullah Al Baar, dari gurunya Syaikhul Islam Muhyiddin bin Zakarya bin Syarafuddin (Imam Nawawi. W. 676 H), dari gurunya Imam Kamal Ardabili, dari gurunya Syaikh Muhammad Naisaburi, dari gurunya Abu Hamid bin Muhammad Al Ghazali Aththusiy (imam Ghazali. W. 505 H), dari gurunya Abdul Malik ibn Yusuf bin Muhammad Al Juwaini (imam Haramain. W. 478 H), dari gurunya Abu Abdillah Muhammad Al Juwaini (w. 438 H), dari gurunya Imam Abu Bakar Qaffal, dari gurunya Imam Ibrahim Al Marwazi, dari gurunya Imam Ahmad ibn Umar bin Suraij Abu Al Abas Al Baghdadi, dari gurunya Imam Abu Al Qasim, dari gurunya Imam Abu Ibrahim Ismail bin Yahya Al Muzani, dari gurunya Al Imam Al A’zham Ibn Abdillah bin Idris Asy-Syafi’i (Imam Syafi’i pendiri madzhab Syafi'i. W. 204 H), dari gurunya Imam Malik bin Anas (w. 178 H), dari gurunya Sayiduna Nafi’ Maula Abdillah (w. 117 H), dari gurunya Sayiduna Abdullah bin Umar (w. 73 H), dari gurunya Rasulullah Shalla Allahu 'Alaihi Wasallama.

Struktur genealogi ini diambil dari kitab Kifayat al-Mustafid lima 'Ala min al-Asanid, karya al-Syaikh al-Muhaddits al-Musnid al-Faqih Muhammad Mahfuzh bin Abdullah al-Tarmasi, ditelaah oleh Syaikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani al-Makki, terbitan Dar al-Basyair al-Islamiyah, Beirut, hal. 32-33.

Sanad Tasawuf Aswaja an-Nahdliyyah

Dalam bidang Tasawuf, Nahdlatul Ulama mengikuti Imam al Junaid al Baghdadi  (w.297H.) dan Abu Hamid al Ghazali (450-505 H./1058-1111 M.).
KH Hasyim Asy’ari berguru kepada Syaikh Mahfudz al-Tarmasi, dari gurunya Syaikh Abu Bakar bin Muhammad Syatha, dari gurunya Syaikh Zaini Dahlan, dari gurunya Utsman bin Hasan al-Dimyathi, dari gurunya Muhammad bin Ali al-Syinwani, dari gurunya Abdullah bin Hijazi, (memiliki dua jalur, pertama) dari gurunya Mahmud bin Abu Abu Yazid al-Kurdi, dari gurunya Muhammad bin Salim al-Hifni, (kedua) dari al-Hifni, dari gurunya Mushtofa al-Bakri (wf. 1162 H), dari gurunya Abdullatif al-Halabi, dari gurunya Mustofa al-Afandi, dari gurunya Ali Qarrah Basya, dari gurunya Ismail al-Jurumi, dari gurunya Umar al-Fuadi, dari gurunya Muhyiddin al-Qasthamuni, dari gurunya Sya’ban al-Qasthamuni, dari gurunya Khairuddin al-Waqqadi, dari Sulthan Afandi (populer dengan Jamal al-Halwati), dari Muhammad bin Bahauddin al-Syairawani, dari gurunya Jalaluddin Yahya al-Bakuri, dari gurunya Shadruddin al-Jayani, dari gurunya Izzuddin al-Syarwani dari Muhammad Amiram al-Khalwati, dari gurunya Umar al-Khalwati, dari saudaranya Muhammad al-Khalwani al-Syarwani, dari gurunya Ibrahim al-Zahid al-Kailani, dari gurunya Jamaluddin al-Tibrizi (populer dengan Ibnu Shaidalani), dari gurunya Syihabuddin Muhammad bin Mahmud al-Atiqi al-Syairazi, dari gurunya Ruknuddin Abu Ghanaim Muhammad bin Fadl al-Najjasyi, dari gurunya Quthbuddin Muhammad bin Ahmad al-Abhari, dari gurunya Abu Najib al-Abhari (wf. 563 H), dari gurunya Umar al-Bakri, dari Wajihuddin al-Qadli, dari gurunya Muhammad al-Bakri, dari gurunya Ahmad al-Dainuri, dari gurunya Mamsyad al-Dainuri, dari gurunya Imam Abul Qasim al-Junaid al-Baghdadi (wf. 297 H) dari gurunya Sirri al-Saqathi (wf. 253 H), dari gurunya Abu Mahfudz Ma’ruf al-Karakhi (wf. 200 H), dari gurunya Dawud al-Thai (wf. 165 H), dari gurunya Habib al-Ajami, dari gurunya Hasan al-Bashri (wf. 110 H) dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (wf. 40 H), dari Rasulullah ShallaLlahu 'Alayh Wasallam

*Diolah dari beberapa referensi disertai penyesuaian.




Ngaji Tasawuf



• BEBERAPA MAU'IDZOH SYAIKH Prof. Dr. IBRAHIM AL- HUD HUD •

    Dalam kunjungan beliau di PP Al-Anwar Sarang Rembang, pada hari rabu tgl 19 desember 2018 M yang bertepatan pada bulan Robiul Akhir tgl 11 tahun 1440 H, beliau menyempatkan memberikan pesan-pesan dan nasihat tentang tasawwuf yang dinyatakan bid'ah oleh kelompok ekstrim Wahabi dihadapan para santri, sehingga kita bisa selamat dari paham-paham mereka yang membahayakan. Adapun mawa'idz yang beliau sampaikan adalah sebagai berikut :

 1.) Apa itu tasawwuf...? Tasawwuf adalah tiga kalimat yaitu :

"الشريعة باب والطريقة آداب والحقيقة لباب"

"Syariat adalah pintu utamanya, dan toriqoh adalah adabnya, sedangkan haqiqat adalah inti sarinya"

2.)Tasawwuf merupakan sebuah pendidikan ruh dan jiwa bukan hanya pada aqal dan jasad saja, karna aqal bisa sesat dan jasad bisa mati.

3.) Muslim sejati ialah muslim yang mentarbiyah (mendidik) aqal, jasad, ruh, dan jiwanya dari kema'siyatan, hawa nafsu, dunia, dan keburukan-keburukan yang lain. Orang yang tidak beragama biasanya hanya mementingkan akal dan jasadnya, berbeda jauh dengan seorang mu'min sejati yang berusaha untuk menggodok empat hal tsb, seperti yang diisyaratkan oleh ayat "قد أفلح من زكاها"

4.)Disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh RA bahwa suatu ketika Malaikat Jibril pernah menemui Nabi Muhammad SAW dengan bentuk seorang laki-laki yang sangat rapi dan putih, berambut hitam yang bersih dan tak tampak bekas-bekas safar pada dirinya. Lalu ia duduk dihadapan Nabi dengan sopan yakni duduk seperti orang tasyahud dengan meletakkan kedua telapak tanganya diatas pahanya sebagaimana yang semestinya dilakukan seorang murid dihadapan gurunya. Kemudian ia bertanya kepada Nabi SAW tentang islam, iman dan ihsan. Hadis ini merupakan bentuk global dari tiga Qoidah tsb yakni الشريعة باب والطريقة آداب والحقيقة لباب.

5.) Pertama orang yang hendak masuk kedalam tasawwuf maka ia harus mengatur syariatnya dengan mengerjakan sholat zakat puasa haji seperti yang disinggung diawal hadis, dimana malaikat jibril bertanya kepada Nabi SAW mengenai islam. Kedua yaitu thoriqoh yang dididik langsung oleh syaikh kalian yakni Syaikh Maemoen Zubair beliau mendidik, mengarahkan, membimbing kalian hingga bisa wushul kepada Alloh SWT, dengan mencintai Nabi Muhammad SAW melebihi cinta kalian kepada diri kalian sendiri, kepada orang tua kalian dan kepada seluruh manusia, seperti yang dijelaskan pada hadis :

"لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين"

"Tidaklah sempurna iman kalian sehingga aku lebih kalian cintai daripada orang tua kalian, anak kalian, dan semua manusia"

Sehingga ketika kalian telah mengumpulkan semua bentuk cinta kepada baginda Nabi SAW maka sempurnalah iman kalian dan kalian bisa mencapai maqom ihsan atau haqiqat.

6.)Jadi haqiqot bukan sebuah karomah-karomah besar namun ia adalah maqom ihsan. Sehingga ketika seseorang membaca ayat tentang Nabi Muhammad SAW maka seakan-akan ia melihat baginda Nabi Muhammad SAW, ketika ia membaca ayat-ayat tentang peperangan yang dilakukan oleh baginda Nabi seperti badar, uhud , ahzab dll maka seakan-akan ia melihat peperangan itu didepan matanya, dan ketika ia membaca ayat tentang surga dan neraka maka ia seakan- akan melihatnya langsung.

7.)Orang yang telah mencapai maqom ihsan tak akan tergoda dengan dunia dan kenikmatannya.

8.) Karomah hanya bagi Auliya' (wali-wali Alloh) agar para muridnya mempercayainya sehingga mereka bisa mengikuti jejak dan petuahnya.

9.) Disebutkan dalam Sohih Bukhori bahwa Rosululloh SAW pernah khutbah didepan para sahabat namun kemudian beliau berdiri mengulurkan tangannya seakan akan beliau hendak mengambil buah yang ada didepanyya. Lantas para sahabat bertanya perihal tsb. Lalu Rosululloh SAW menjawab ; aku ingin mengambil buah yang ada didepanku. Didalam hadis lain dterangkan Rosululloh SAW mendengar suara sandal Sahabat Bilal disurga lantas beliau bertanya kepada Bilal, apa amalanmu hingga suara sandalmu sampai terdengar disurga. Lalu Sahabat Bilal menjawab aku hanya melaksanakan sholat dua rakaat setelah wudlu wahai Rosululloh. Jawab bilal. Inilah yang dinamakan maqom ihsan yakni,

"أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم يكن تراه فإنه يراك"

10.) Inilah qoidah pokok tasawwuf yakni syariat adalah pintu, thoriqot adalah adab. Dan haqiqot adalah inti. Semoga Alloh SWT memberikan manfaat apa yang kalian dengar pada majlis ini dan semoga Alloh memberkahi majlis ini.

Wassalamualaikum wr wb.

📷 : kunjungan Syaikh Prof. Dr. Ibrohim al-Hud Hud bersama Masyayikh Al-Azhar lainnya.

Sarang 11 Robiul Akhir 1440 H

Follow juga ig @Serambi_Sarang

#Serambi_Sarang
#As_Saraniy
#Al_Azhariy

Mencari Guru




*Habib Cokelat* Bag 1

Habib cokelat atau mastur tidak terkenal didominasi Adzmatkhan dzuriat keturunan walisongo yg mayoritas Jadi Pembesar NU, sebagian al aydrus berganti albanjari banyak turunanya dibanjar kalimantan, alhasani sekitaran dataran sunda dan jawa dan pulau laen,basyaiban banyak dipulau jawa anggawi sekitaran jatim dll. Habib coklat umumnya gadiketahui kehabibannya kecuali oleh yg  kasyaf /waskito atau ahli makrifat, Allahu a'lam.

Menarik untuk disimak, beberapa waktu lalu Habib Luthfi dari Kota  Pekalongan pernah berpesan bahwa di tanah Jawa itu ada beberapa wali yang selalu berdoa kepada Gusti Allah untuk ketenteraman negara ni agar terhindar dari berbagai musibah dan bencana. Diantaranya yaitu sunan Gunung Jati sunan Bonang dan sunan Derajat serta sunan Ampel.
Jika kita amati, Mereka adalah para dzuriyah nabi - habaib yg telah melebur dengan penduduk lokal Jawa, sehingga mungkin tampilan fisiknya agak mirip dengan orang-orang pribumi. Tidak seperti tampilan fisik para habaib sekarang yang ada saat ini yang begitu mudah dikenali.

Seoarang kyai sepuh jaman penjajahan Belanda dahulu pernah berpesan kepada anaknya kemudian pesan itu diteruskan kepada anaknya lagi, yakni  carilah habib njowo atau habib cokelat kemudian  ngajilah sama beliau, mintalah diakui sebagai santrinya.

Sang anak sempat bertanya kepada bpak kyai sepuhnya itu kenapa harus dicari, bukankah jika guru yang hebat iku pasti terkenal seantero negeri.

Sang kyai sepuh yang belum sempat menikmati NKRI merdeka iku tersenyum dan kembali berpesan.
Habib cokelat ini, beliau tidak akan mudah dikenali karena sudah melewati satu ilmu tingkat tinggi dimana ilmu tersebut sudah pernah diimplementasikan dipraktekan oleh Njeng Nabi Muhammad kakek buyut mereka, jadi ilmu ini adalah ilmu yang bukan sekedar teori dari sumber tekstual semata.

Semakin bingung dan penasaran, si anak bertanya lagi, ilmu apakah itu bah....?

Sang kyai sepuh ini menjelaskan dengan serius.
Ilmu itu yakni ilmu legowo ati. Ilmu yang mudah diucapkan tapi susah untuk diamalkan. Sebagaimana kakek buyut mereka yakni Njeng Nabi Muhammad legowo dicaci maki,  dilempari batu maupun hendak dibunuh oleh kaum kafir quraisy yang kelak menjadi umatnya padahal beliau bermarga Bani Hasyim yakni keturunan yang disegani oleh kaum arab pada masa itu,
Para habaib cokelat ini pun mereka legowo menyembunyikan jati diri asli mereka, rela melepaskan marga mereka. Bahkan mereka juga tidak terdeteksi dari segi tampilan fisik bahwa  mereka asli orang dari suku-ras arab, karena bapak kakek buyut mereka telah menikah dengan penduduk pribumi.

Sang anak kemudian mulai sedikit paham, dan kembali bertanya. Bagaimana ciri khusus untuk mengenali habib cokelat ini ?

Sang kyai menjawab
Jangan cuma kau lihat dari pakaian jubahnya
Atau Dari jenggot dan jidah hitamnya atau dari sering tidaknya beliau  tampil di berbagai media maupun berita.

Namun.....

Jika kau mampu pelajari dan telusurilah sejarah asal-usul orangtuanya smpai sanad terakhir kepada kakek-buyutnya.

Tapi jika itu susah bagimu, cara termudah adalah
lihatlah akhlaknya
lihatlah perangainya
lihatlah budi pekerti si habib cokelat ini.
Namun bukan sekedar dilihat tetapi rasakanlah tautan hati nuranimu kepada beliau.
Sekalipun tampilannya adalah seorang gelandangan bisa saja beliau adalah habib cokelat yang identik disebut dengan wali. Maka lima panca indera saja tidak cukup untuk mendeteksinya. Gunakanlah hati nuranimu.

Karena akhlak itu adalah warisan yang sesungguhnya dari kakek buyut si Habib cokelat ini  yakni Njeng Nabi Muhammad - Nabi Rahmatan lil 'aalamin.

Ditulis oleh
Cucu ne Kyai Jadoel
Comal, akhir 2018
.