Tampilkan postingan dengan label Wali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wali. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Januari 2019

Ziarah Makam Para Wali Daerah Tegal Jawa Tengah




NAMA-NAMA MAKAM AULIYA, ULAMA DAN LELUHUR DI KABUPATEN TEGAL YANG PERLU DI ZIARAHI :

1. Al-Habib Muhammad bin Thohir Al-Haddad (Kraton, Kota Tegal)

2. Al Habib Husen bin Muhammad Al-Haddad (Kraton, Kota Tegal)

3. Al-Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaff (Kraton, Kota Tegal)

4. Al-Habib Tholib bin Muhsin Al-Atthos (Bumijawa)

5. Ki Gede Sebayu (Danawarih, Balapulang)

6. Ki Ageng Anggawana (Kalisoka, Dukuhwaru)

7. Pangeran Purbaya/Sayyid Abdul Ghofar (Kalisoka, Dukuhwaru)

8. Mbah Panggung/Sayyid Syarif Abdurrohman (Panggung, Tegal)

9. Mbah Semedo/Syekh Abdurohman (Semedo, Kedungbanteng)

10. Syeh Abdul Fatah/Raden Fatah (Mokaha, Jatinegara)

11. Syekh Armia bin Kyai Kurdi (Cikura, Bojong)

12. Sa’id bin Syekh Armia (Giren, Talang)

13. Sunan Amangkurat I/Raden Mas Sayidin (Pekuncen, Tegal Arum)

14. Mbah Suroponolawen/Sayid Sarif Abdurrohman (Pagiyanten)

15. Syekh Atas Angin/Syekh Muhammad (Pedagangan, Dukuhwaru)

16. Ki Pranantaka/Gendowor (Adiwerna)

17. Isa Mufti, KH. Baidlowi Mufti, Muassis Ponpes Babakan (Makam Komplek Ma’hadutholabah, Babakan)

18. KH. Abdul Jalil (Muasis Ponpes Kalikangkung Pangkah)

19. Mbah Dipoyudo (Mbah Jeneng-Lembasari)

20. Sayid Abdul Halim ( Pangeran Banathawa/ Mbah Banthiu ) kompleks PP. Miftahul Jannah Grobog Kulon Pangkah

21. Al Habib Muksin bin Ahmad Al-Attos Jrumat timur Cerih.

22. Ahmad Jrumat-Cerih

23. Jamil Kranggan Cerih.

24. KH. Abdullah Jamil (Komplek Ponpes Hasyim Asy’ri Karangjati Tarub Kabupaten Tegal)

25. Muhamad bin Mufti Gunung Clirit kali Bakung (Korban penganiayaan Belanda)

26. Al Habib Muhdor Cerih Jrumat timur.

27. Mbah Tarhadi Blanten-Cikura,

28. KH. Imron Ahmadi Pesayangan Talang (Mualif Metode Tilawati)

29. Akhmad Nadhori Ponpes Darul Istiqomah ( Lengkong Bojong )

30. Kyai Abdul Halim Sumbarang

31. Mbah Adipati Bojong

32. Habib Salim bin Muhamad bin Syeh Abu Bakar Sumbarang

33. Abu Ubaidah Giren Talang

34. Ki Ageng Suroprono Cikura

35. Mbah Kendil Wesi Cikura

36. Kurdi Cikura

37. Mbah Ky. Tarmiyah/ Ky. Sepi Angin Padasari

38. Kyai Asmu’i Dukuh Salam Slawi

39. Kyai Imam Dukuh Salam Slawi

40. Makam KH. Toyyib Al-Abror bin KH. Ihsan bin KH. Tsabit bin KH. Abdulloh bin Kyai Lanang bin Syekh Abdurrahman Semedo makam di kedungkelor Warureja

41. Mbah Kramat Bayanulloh (Komplek TPI : Tempat Pelelangan Ikan) Suradadi

42. Mbah Kerti Suradadi

43. KH. Zaenal Arifin (Muasis Khaul Masyayikh Tradisi Desa Suradadi)

44. KH. Abdul Lathif bin H. Mansur Suradadi

45. Mbah Bojolaksana Bojongsana Suradadi

46. KH. Aminudin bin H. Ibrohim Suradadi

47. Mbah faqih pesayangan talang

48. Pangeran asmoro suryo hadiningrat (mbah kramat) bedug pangkah

49. Mbah dagan tembok luwung

50. Mbah/nyai jinten sumingkir

51. Mbah terwidi tonggara

52. Mbah santri kubang berkat tarub.
53. KH. Ma'arif Arrosyid & K.Khozin Bin Rosyidah (Muasis PP.NURUL HUDA Grobogwetan Pangkah)

NB :
Barangkali ada masukan makam Auliya/Ulama/Leluhur khususnya di daerah Kabupaten Tegal yang belum tercatat, sebagai catatan kami. 😊😊☺️

#WA repost

Sabtu, 04 Agustus 2018

Pesantren Sidogiri : Kisah Alumni Sowan Kyai


*AKIBAT SANTRI/ALUMNI GAK PERNAH SOWAN*

IBROH BUAT ALUMNI PESANTREN MANAPUN
(baca sampai selesai)
~KISAH ALUMNI DAN TEMAN KARIBNYA~

Suatu hari seorang Alumni Sidogiri mendapat undangan ceramah disebuah kota. Hamdalah,sholawat dan salam telah usai diucapkan. Para hadirin dan segenap undangan begitu khidmad dan khusyuk mendengarkan materi yang disampaikan. Saat ditengah-tengah menyampaikan ceramahnya Sang Dai secara tak sengaja melihat teman kelasnya ketika dulu masih mondok di Pesanteren Sidogiri berada ditengah-tengah kerumunan para hadirin.

Sahdan, pengajian pun selesai, Sang Dai tak pelak mencari teman kelasnya yang tiba-tiba menghilang dari deretan hadirin dan para undangan. Hari demi hari pun berlalu, Sang Dai terus memikirkan dan berharap bisa bertemu kembali dengan teman kelasnya. Hingga pada suatu waktu, Allah ï·» mempertemukan dua teman yang lama tak bersua ini di suatu tempat.

⭐⭐⭐⭐⭐

Sang Dai bertanya pada temannya : "Kenapa tempo hari kamu tiba-tiba menghilang saat dipengajian itu?"

"Aku malu, setelah tahu yang ceramah itu adalah kamu, teman kelasku". Jawab Sang Teman, sembari menunduk.

Sang Dai bertanya : "Kenapa kau harus malu? Bukankah aku adalah teman kelasmu. Kita pernah bersama-sama susah senang mengais ilmu di Pondok Pesantren Sidogiri mulai sejak Ibtidaiyah hingga kita lulus tugas.

Sang teman menjawab : "Aku malu pada diriku sendiri, dengan keadaanku saat ini. Hidupku miskin, serba kekurangan. Untuk memenuhi kebutuhan anak dan istriku saja, setiap malam aku terpaksa memburu katak (kodok) dari sawah ke sawah atau dari sungai ke sungai untuk aku jual ke pengepul seharga 20 ribu. Itu pun kalau malam itu aku dapat banyak, tapi kalau sedang apes dan tak seekor katak aku peroleh, maka aku harus pulang dengan tangan kosong. Untuk beli beras dan lauknya aku harus hutang ketetangga terdekat".

"Apakah kamu selama ini tidak pernah berkunjung ke Pondok Pesantren Sidogiri untuk sekedar ke Pesarean (makam Masyaikh) atau suwan kepada Kyai? Atau setidaknya kamu mengikuti kegiatan IASS baik ngaji kitab atau istighosah setiap bulannya?". Tanya Sang Dai bertanya pada temannya.

"Aku tidak pernah mengikuti kegiatan IASS sama sekali, apalagi berkunjung ke Pondok atau suwan kepada Kyai. Entalah, aku merasa malu bercampur takut karena tak punya uang
untuk sengkem kepada Kyai dan tidak punya banyak ongkos untuk ikut ngaji kitab di IASS setiap bulan". Cerita Sang Teman dengan kejujurannya.

⭐⭐⭐⭐⭐

Di suatu kesempatan, Sang Dai mengajak temannya untuk suwan kepada KH. Nawawi bin Abd. Jalil. Sang Teman tentu saja menolak dengan alasan yang sama-tidak punya uang. Namun setelah Sang Dai memberi beberapa pertimbangan dan saran serta siap memberinya uang untuk suwan, akhirnya Sang Teman pun mau ikut suwan ke Kyai.

Sesampainya di kediaman KH. Nawawi bin Abd. Jalil Sidogiri, Sang Dai menghaturkan semua cerita pahit yang dialami temannya dengan rinci kepada Kyai Nawawi.

"Pohon saja kalau tidak pernah disiram air, maka akarnya akan mati. Begitu juga seorang Santri (Alumni), kalau tidak pernah disirami doa-doa para Masyaikh dan khidmah serta pengabdian di masyarakat demi membawa bendera Sidogiri li i'la kamatillah tentu hidupnya akan redup dan mati. Maka hendaklah kamu ikuti segala kegiatan yang diadakan IASS dan kalau ada waktu senggang suwanlah ke Pesarean (makam Masyaikh). Ini aku beri ijazah wirid, amalkan selama tujuh hari jangan sampai putus. Setelah itu pergilah kau ke arah selatan". Dawuh Kyai Nawawi bin Abd. Jalil.

⭐⭐⭐⭐⭐

Tujuh hari pun berlalu dan semua wirid yang diijazahkan Kyai dibacanya hingga usai, lalu Sang teman berjalan keluar dari rumahnya menuju ke arah selatan sesui pentunjuk yang diperintahkan Kyai Nawawi. Jauh dia melangkah ke arah selatan, meninggalkan rumahnya. Tak ada dalam benaknya kecuali hanya melaksanakan titah Kyai hingga akhirnya dia bertemu dengan orang sedang menebang pohon besar di hutan.

Sang teman bertanya : "Bapak menebang pohon ini untuk apa?".

"Aku menebang pohon ini untuk aku jual Nak! Apakah kau mau membelinya? Biar aku berikan padamu seharga 1 juta. Jawab Si Penebang Pohon.

Ah, tidak Pak! Aku tidak punya cukup uang untuk membelinya. Sahut Sang Teman.

Sudahlah! Bawa saja kayu ini kalau kau berminat membelinya. Jangan kau pikirkan masalah uangnya, nanti kalau kayu ini sudah laku kamu tinggal mengembalikan modalnya. Serah Si Penebang Pohon .

Dengan penuh semangat Sang Teman membawa kayu itu ke desa terdekat. Alhamdulillah, tanpa disangka kayu yang dibawanya laku 2 juta.

Setelah itu, keesokan hari Sang teman bersama Sang Dai suwan kembali ke KH. Nawawin bin Abd. Jalil di Sidogiri.

Sesampainya di Sidogiri Sang teman ditanya oleh Kyai Nawawi : "Bagaimana! Sudah mendapatkan rezeki?

"Ya, Alhamdulillah Kyai! Kemarin saya mendapat rezeki 1 juta". Jawab Sang Teman sembari tersenyum simpul.

"Kalau begitu, wirid yang aku berikan padamu amalkan lagi selama tujuh hari, sama seperti yang aku perintah minggu yang lalu. Perintah Kyai Nawawi.

⭐⭐⭐⭐⭐

Tujuh hari pun juga berlalu, Sang teman telah menyelesaikan wirid yang diperintahkan Kyai. Seperti sebelumnya dia pun keluar rumah dan berjalan ke arah selatan. Ketika sampai di suatu desa Sang Teman bertemu dengan orang yang sedang panen buah jeruk.

Iya, bertanya pada kepada Si Petani Jeruk : "Sedang panin jeruk Pak?

"Iya benar! Apakah kisanak, hendak memborong (membeli) jeruk ini? "Semua jeruk ini aku beri harga 5 juta saja. Kalau kisanak minat silahkan!!!". Jawab dan tanya Si Petani Jeruk.

"Aku tidak punya uang Pak! untuk membeli semua jeruk Bapak. Aku cuma ingin tahu saja". Jawab Sang Teman sedikit malu-malu.

"Tidak usah malu-malu dan memikirkan soal uangnya. Asalkan Kisanak minat, sudah bawa semua jeruk ini. Aku percaya Kisanak orang yang bisa dipercaya, masalah uang nanti belakangan. Kalau sudah laku, Kisanak tinggal membayar modalnya saja. Ajur Sang Petani Jeruk.

Tanpa basa-basi lagi Sang Teman, langsung membawa semua jeruk itu ke pasar. Alhamdulillah, semua jeruk yang dibawanya laku 10 juta dan dia hanya tinggal mengembalikan 5 juta kepada Sang Petani jeruk.

Singkat cerita, Sang Teman yang dulu hidup susah di bawah garis kemiskinan dan hanya bekerja memburu kodok setiap malam, sudah mulai berbahagia dengan penghasilan yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
❤ Subhanallah! Aku ucapkan. Sahabat sejati tentu tak akan pernah rela melihat sahabatnya hidup dalam kesusahan dan keterpurukan.

❤ Semoga kisah nyata ini bisa menjadi inspirasi dan diambil hikmahnya bagi semua Alumni Pesantren.

❤ Semoga Allah ï·» selalu memberikan kita kesehatan, keluasan rezeki dan waktu untuk bisa suwan kepada guru-guru kita khususnya Para Masyaikh di Pesantren tempat kita belajar ilmu Allah ï·».
________________________________________________

By : Abdul Adzim

Kisah ini, diceritakan oleh Alumni Senior Santri Sidogiri asal kota Probolinggo.

#Dengan tujuan sebagai ibroh dan pelajaran bagi kita selaku Alumni Pesantren dan tidak ada maksud untuk menyinggung siapa pun yang mungkin kehidupannya ketepatan sama seperti cerita di atas.

.




Kamis, 02 Agustus 2018

K.H. Bisri Mustofa : Singa Podium

KH Bisri Musthofa: Singa Podium Pejuang Kemerdekaan




Saat ini, sosok Kiai yang setara dengan Kiai Bisri Musthofa telah jarang ditemui. Kiai Bisri Musthofa merupakan sosok yang lengkap: Kiai, Budayawan, Muballigh, Politisi, Orator, dan Muallif (penulis). Sungguh, sosok Kiai yang memiliki kecerdasan lengkap. Ayahanda Kiai Mustofa Bisri dan Kiai Cholil Bisri ini menjadi referensi bagi santri dan tokoh negara. Tak heran, Kiai Sahal Mahfudh menyebut Kiai Bisri sebagai sosok yang memukau pada zamannya.<>

KH Bisri Musthofa lahir di Rembang, pada tahun 1914. Beliau putra pasangan KH. Zainal Musthafa dan Siti Khadijah, terlahir dengan nama Mashadi yang kemudian diganti dengan sebutan Bisri. Pada tahun 1923, KH. Zainal Musthofa menunaikan ibadah haji bersama istinya, Nyai Siti Khadijah, dengan membawa anak-anak mereka yang masih kecil. Setelah menunaikan ibadah haji, di pelabuhan Jeddah, Kiai Zainal jatuh sakit hingga wafat. Kiai Zainal dimakamkan di Jeddah, sedangkan istri dan putra-putranya kembali ke Indonesia.

Ketika sampai di Indonesia, Bisri bersama adik-adiknya yang masih belia, diasuh oleh kakak tirinya, KH. Zuhdi (ayah Prof. Drs. Masfu' Zuhdi), serta dibantu oleh Mukhtar (suami Hj. Maskanah). Bisri kecil menempuh pendidikan di Sekolah Ongko Loro (Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar untuk Bumi Putera), hingga selesai. Bisri kecil mengaji di pesantren Kasingan, Rembang di bawah bimbingan Kiai Kholil. Bisri juga mengaji kepada Syaikh Ma'shum Lasem, yang menjadi ulama besar di kawasan pesisir utara Jawa. Kiai Ma'shum merupakan sahabat Kiai Hasyim Asy'arie, juga terlibat dalam pendirian Nahdlatul Ulama. Bisri muda juga tabarrukan kepada Kiai Dimyati Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Dengan demikian, sanad keilmuan Kiai Bisri jelas tersambung dengan ulama-ulama di Jawa, yang menjadi jaringan ulama Nusantara. Kiai Bisri suntuk mengaji kepada Kiai Kholil Haroen, Kiai Ma'shum Lasem dan beberapa ulama lain.

Santri Kelana



Sebagai santri, Bisri muda memang dikenal gigih dan santun. Kecerdasan dan penguasaaan atas kitab-kitab kuning, serta sikap moral tawadhu' terhadap Kiai, menjadikan Bisri dekat dengan Kiainya, Kiai Kholil Haroen. Kemudian, Kiai Kholil menjodohkan santrinya ini dengan putrinya, Marfuah binti Kholil. Pernikahan pasangan santri ini, berlangsung pada 1935, dengan dikarunai beberapa putra-putri: Kholil Bisri, Musthofa Bisri, Adib Bisri, Audah, Najikah, Labib, Nihayah dan Atikah.

Setelah menikah dengan putri Kiai Kholil, Bisri muda berniat melanjutkan petualangan keilmuan (rihlah ilmiah). Semangat belajar sebagai santri kelana memuncak pada diri Bisri muda. Akhirnya, jejak langkahnya untuk mengaji mendapat kesempatan, dengan melanjutkan tabarrukan kepada Kiai Kamil, Karang Geneng Rembang. Pada 1936, Kiai Bisri menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan mengaji kepada ulama-ulama Hijaz. Di antaranya guru-gurunya: Syeikh Hamdan al-Maghribi, Syeikh Alwi al-Maliki, Sayyid Amin, Syeikh Hasan Massyat dan Sayyid Alwi. Selain itu, Kiai Bisri juga mengaji kepada ulama-ulam Hijaz asal Nusantara, yakni KH. Abdul Muhaimin (menantu KH. Hasyim Asy'arie) dan KH. Bakir (Yogyakarta).

Setelah setahun belajar kepada ulama Hijaz, Kiai Bisri pulang ke tanah air pada 1937. Kiai Bisri kemudian membantu mertuanya, KH. Kholil Kasingan mengasuh pesantren di Rembang. Setelah itu, Kiai Bisri bersama keluarga memutuskan untuk menetap di Leteh, dengan mendidik santri dan mendirikan pesantren Raudlatut Thalibin.

Dalam mengasuh santri, Kiai Bisri sangat gigih dalam memberikan perhatian dan penanaman nilai-nilai kepada anak didik, dengan mengenalkan ibadah sedini mungkin, budi pekerti, tata krama dan tradisi-tradisi pesantren yang menjadi benteng perjuangan para kiai. Kiai Bisri menganggap bahwa hubungan antara kiai dan santri harus dekat, sebagaimana hubungan antara Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad.

Kiai Bisri berpandangan bahwa syariat Islam dapat terlakasana di Indonesia, namun  tanpa harus menggunakan formalisme agama dalam bentuk negara Islam (Darul Islam). Kiai Bisri mendukung konsep Pancasila sebagai wawasan Nusantara, serta pilar NKRI. Beliau mendorong komunikasi antara Ulama dan Zu'ama, yang bertujuan mencetak kader-kader handal di Nahdlatul Ulama. Pada konteks ini, Kiai Bisri berpandangan bahwa, perjuangan bisa dilakukan dengan dua cara: yakni jalur politik dan jalur dakwah/pendidikan (Zainal Huda, 2005: 108).

Perjuangan Keindonesiaan

Menurut Kiai Sahal Mahfudh (2005), Kiai Bisri Musthofa memang "sosok yang luar biasa pada zamannya (faridu ashrihi). Bukan hanya keilmuannya yang luas, namun juga daya tariknya, daya simpatik dan daya pikat yang memukau siapa saja yang berhadapa dengan beliau. Apalagi, ketika beliau sedang berpidato di depan khalayak ramai, dapat dipastikan para pendengar terpukau dan terpingkal-pingkal karena gaya bicara, aksen suara dan lelucon-leluconnnya yang segar.

Kiai Bisri Musthofa juga dikenal sebagai penyair, yang sering menggubah syair dari bahasa Arab ke Bahasa Jawa, yang mudah dipahami publik. Kiai Bisri, di antaranya menggubah syair Ngudi Susilo dan Tombo Ati. Syair Ngudi Susilo merupakan syair yang berisikan pesan-pesan moral yang ditujukan bagi anak-anak tentang cara menghormati dan berbakti kepada orang tua (birrul walidain). Sedangkan, syair Tombo Ati merupakan syair terjemahan dari kata-kata mutiara Sayyidina Ali bin Abi Thalib (Zinul Huda, 2005: 80). Tidak banyak yang mengetahui bahwa Tombo Ati dalam versi Jawa merupakan gubahan Kiai Bisri. Syair ini, saat ini banyak dilantunkan dalam grup shalawat dan musik, di antaranya sering dinyanyikan Kiai Kanjeng dan Cak Nun (Emha Ainun Nadjib).

Kiai Bisri dikenal sebagai orator yang kondang, beliau memberikan ceramah di berbagai daerah. Kemampuan komunikasi yang handal di atas panggung, menjadikan Kiai Bisri disebut sebagai 'Singa Podium'. Dalam catatan Saifuddin Zuhri (1983: 27), Kiai Bisri mampu mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi begitu gamblang, mudah dicerna baik orang-orang perkotaan maupun warga desa yang bermukim di kampung-kampung. Dalam orasi Kiai Bisri, hal-hal yang berat menjadi begitu ringan, sesuatu yang membosankan menjadi mengasyikkan, hal sepele menjadi amat penting. Selain itu, kritik Kiai Bisri sangat tajam, dengan karakter khas berupa gojlokan dan guyonan ala pesantren. Kritikan spontan dan segar, menjadi strategi komunikasi yang tepat, sehingga pihak yang dikritik tidak merasa tersinggung atau marah. Inilah kelebihan Kiai Bisri sebagai muballigh, orator dan kiai yang paham politik.

Pada masa perjuangan kemerdekaan, Kiai Bisri juga bergerak untuk melawan pasukan Kolonial. Bersama para kiai, Kiai Bisri terlibat langsung dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Ketika itu, Laskar Santri menjadi bagian penting dalam perjuangan bangsa. Barisan santri yang tergabung dalam Laskar Hizbullah dan Sabilillah telah dibentuk dibeberapa daerah. Laskah Hizbullah dikomando oleh Kiai Zainul Arifin, sedangkan Laskar Sabilillah dipimpin Kiai Masjkur Malang. Pada 22 Oktober 1945, Kiai Hasyim Asy'arie menyerukan Resolusi Jihad, sebagai panggilan perjuangan para santri, pemuda dan warga untuk berperang melawan penjajah. Perjuangan ini menjadi bagian dari keimanan, demi tegaknya kemaslahatan bangsa Indonesia.

Resolusi Jihad yang digelorakan Kiai Hasyim Asy'arie mengandung tiga unsur penting: Pertama, tiap muslim—tua, muda, dan miskin sekalipun—wajib memerangi orang kafir yang merintangi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekan layak disebut Syuhada. Ketiga, warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum mati. Di samping itu, haram hukumnya mundur ketika berhadapan dengan penjajah dalam radius 94 km (jarak diperbolehkannya qashar sholat). Di luar radius itu, dianggap fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Tentu saja, hal ini menjadi pelecut semangat  para santri untuk berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia.

Untuk mendukung perjuangan para santri, Kiai Hasyim Asy'arie mengundang beberapa kiai untuk bergabung. Laskar santri dalam barisan Hizbullah dan Sabilillah perlu didukung oleh para kiai. Pada waktu itu, Kiai Bisri Musthofa turun langsung ke medan pertempuran, bersama para kiai lain, di antaranya Kiai Abbas Buntet  dan Kiai Amin Babakan Cirebon. Bahkan, rombongan Kiai Abbas Buntet singgah terlebih dulu di Rembang, untuk kemudian bersama Kiai Bisri melanjutkan perjalanan ke Surabaya.

Dalam bidang politik, Kiai Bisri pernah menjadi anggota konstituante. Perjuangannya dapat dilacak ketika beliau berkecimpung di parlemen maupun di luar struktur negara. Kiai Bisri juga dikenal sebagai sosok yang mendukung ide Soekarno, yakni konsep Nasakom (Nasionalis, Sosialis, Komunis). Kiai Bisri memberi catatan, bahwa ketika pihak yang berbeda ideologi, harus bersaing secara sehat dalam koridor keindonesiaan, dengan tetap mempertahankan NKRI. Akan tetapi, Kiai Bisri juga menjadi pengkritik paling tajam ketika Nasakom menjadi pahara politik. Diplomasi politik Kiai Bisri tidak hanya di ranah lokal, namun juga berpengaruh pada kebijakan politik nasional.

Jurus diplomasi politik Kiai Bisri layak dicontoh. Beliau tidak memisahkan politik dan agama, sehingga dalam menghadapi lawan-lawan politiknya, beliau tetap menggunakan etika dan fiqh sebagai referensi bersikap. Karena itu, tidak pernah dijumpai konflik antara Kiai Bisri dengan lawan-lawan politiknya. Aktifis NU pada zamannya, sangat menghormati Kiai Bisri, semisal KH. Idham Cholid, KH. Akhmad Syaichu, Subhan ZE dan beberapa kiai lain.

Kiai Bisri termasuk penulis (muallif) yang produktif. Karya-karyanya melimpah, dengan warna yang beragam. Sebagian besar, karyanya ditulis untuk memberi pemahaman kepada masyarakat awam. Karya-karya Kiai Bisri Musthafa meliputi berbagai macam ilmu tauhid, fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, ilmu-ilmu kebahasaan Arab (nahwu, sharaf dan ilmu alat lainnya), hadits, akhlak, dan lain sebagainya. Salah satu karya fenomenal adalah Tafsir al-Ibriz, yang ditulis dalam Jawa Pegon. Karya beliau lebih dari 30 judul, di antaranya: Terjemah Bulughul Maram, Terjemah Lathaiful Isyarah, al-ikhsar fi ilm at-tafsir, Munyah adh-Dham'an (Nuzul al-Qur'an), Terjemah al-Faraid al-Bahiyah, Terjemah as-Sulam al-Munauraq, (Indonesia oleh KH. Khalil Bisri), Tanwir ad-Dunyam, Sanif as-Shalah, Terjemah Aqidah al-Awam, Terjemah Durar al-Bayan, Ausath al-Masalik (al-Khulashah), Syarh al-Ajrumiyah, Syarh ash-Shaaf al-Imrithi, Rafiq al-Hujjaj, Manasik Haji, at-Ta'liqah al-Mufidah Li al-Qasidah al-Munfarijah, Islam dan Shalat, Washaya al-Aba li al-Abna', Al-Mujahadah wa ar-Riyadhah, Tarikh al-Auliya', Al-Haqibah (kumpulan doa) jilid I-II, Syiir Rajabiyah, Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah, Syi'ir Budi Pekerti, Al-Asma wa al-Aurad, Syi'ir Pemilu, Zad az-Zu'ama wa Dzakirat al-Khutaba', Pedoman Pidato, Primbon, Mudzakirah Juyub Al-Hujjaj dan lain sebagainya.



Kiai Bisri Musthofa wafat pada usia 63 tahun, pada 16 Februari 1977. Ketika itu, warga Indonesia sedang menyongsong pemilu 1977 pada masa Orde Baru. Santri Nusantara membutuhkan sosok-sosok dengan kecerdasan lengkap dalam diri Kiai Bisri Musthofa. Alfaatihah.

Kamis, 19 Juli 2018

WALI MASTUR



KISAH WALI MASTUR

 (WALI ALLOH YANG DITUTUPI OLEH ALLOH DENGAN DIJADIKAN GILA SECARA DZOHIR)         - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Di kisahkan di suatu desa,  ada seorang lelaki yang bernama fulan yang dianggap berkelakukan gila oleh sekitarnya entah dari mana asalnya, tak satupun dari penduduk desa itu mengetahuinya. Tiba-tiba saja hadir disana.

Kegilaannya biasa datang pada malam hari. fulan akan bersyair dalam kegilaannya. Pada siang hari, terkadang ia berlari berkeliling pasar atau ikut bermain dengan anak-anak. Para penduduk sudah biasa melihat tingkah lakunya. Mereka tidak khawatir pada anak mereka karena si fulan tidak pernah menyakiti orang lain terlebih lagi ia sangat sayang pada anak kecil.

Ada saja orang yang kasihan dan membawakan makanan untuknya buat berbuka puasa. Setahu mereka, fulan tidak pernah terlihat berbuka siang hari. Tiada putus puasanya. Yang lebih mengherankan lagi, fulan tidak mau tidur di sembarang tempat. Ia lebih suka tidur di emper satu-satunya masjid di desa itu. Ia selalu tidur pada pagi hingga petang dan berjaga pada malam hari.

Suatu malam, kala kegilaannya datang fulan pun bersyair:

Wahai kekasih..
Padamu aku memuji
Padamu aku berbakti
Engkaulah yang aku cintai

Wahai kekasih..
Jangan kau tinggalkan aku
Jangan kau benci aku
Jangan kau cemburui aku
Karena cintaku hanya untukmu

Setelah bersyair berulang-ulang memuji kekasihnya iapun mengakhiri syairnya dengan menangis.

Siang itu singgahlah seorang musafir di masjid. Setelah sholat dhuhur ia keluar dan mendekati fulan yang sedang tidur. Ia mencoba membangunkannya. Tetapi fulan tetap saja nyenyak dalam tidurnya.

" Wahai orang yang sedang tidur, tidakkah engkau ingin melaksanakan sholat dhuhur ? Janganlah engkau lewatkan waktu sholatmu dengan tidur panjangmu", kata musafir itu sambil terus membangunkan fulan.

fulan akhirnya bangun dan menatap si musafir lalu berkata,

" Apa pedulimu denganku ? Aku sedang bermimpi bersama kekasihku. Tetapi engkau telah mengusik keasyikanku dengan sang kekasih"

" Tidakkah engkau ingin melaksanakan sholat untuk menyembah tuhanmu ?", tanyanya.

"Tuhan? Tuhan yang mana? aku tidak menyembah Tuhan. tiada sedikitpun kusimpan kata Tuhan dalam hatiku. Tiada Tuhan..Tiada Tuhan..", jawabnya.

"Masya Alloh, mengapa kau berkata seperti itu?", tanyanya lagi pada fulan.

"Aku hanya memuja sang kekasih dan tiada tempat untuk tuhan dihatiku", tekannya dalam jawaban.

" Apakah agamamu, wahai orang yang tidak bertuhan?", tanya sang musafir sedikit geram karena tidak percayanya sang musafir akan perkataan si fulan.

"Aku? Aku tidak beragama. Aku hanya bercinta kasih. Lalu apa agamamu?", kata fulan balik bertanya.

"Tidakkah engkau lihat aku berada dalam masjid. Tentunya aku adalah seorang muslim", jelas musafir masih dalam kebingungan.

"Bila engkau muslim. Aku ingin bertanya dimanakah Tuhanmu berada, wahai orang yang banyak tanya?",

Pertanyaan si fulan ini membuat si musafir tak dapat berkata-kata. Ia diam bagai seorang bisu. Lalu pergi meninggalkan fulan.

"Bah, engkau mengganggu tidurku saja ! Menyuruhku sholat tetapi engkau sendiri tidak tahu dimana Tuhanmu berada", kata fulan  sambil melanjutkan tidur siangnya.

Wahai kekasih...wahai kekasih..
Tidak kuat aku menahan kerinduan ini
Tiada sabar aku untuk berjumpa denganmu
Tiada kuasa aku untuk menggapaimu

Wahai kekasih... Wahai pujaan hati..
Kegilaanku akan dirimu semakin menjadi

Wahai kekasih... Wahai dambaan hati..
Aku sebut selalu namamu dan kupatri dalam hatiku

Musafir yang tadi siang membangunkannya, rupanya sedang mengamati dari kejauhan segala apa yang telah diperbuat fulan. Tidak percaya pada fulan yang syair-syairnya berisikan kalimat-kalimat cinta yang indah. Tidak percaya bahwa fulan adalah seorang yang gila.

Karena rasa penasaran pada apa yang telah fulan perbuat tadi siang padanya, iapun berjalan mendekati fulan. dan memberi salam,

"Assalamu'alaikum, wahai fulan ...".

fulan menoleh dan membalas salamnya, "'Waalaikumussalam...".

"Sedang apakah engkau disini seorang diri?", tanya musafir

"Aku sedang memuji kekasihku...", jawabnya, "Apakah keperluanmu malam begini berada disini?" "

"Aku sedang memperhatikanmu dari kejauhan..", jelasnya.

"Tidak adakah pekerjaan yang bermanfaat bagimu selain memperhatikanku dalam bersyair..", tanya si fulan lagi.

"Aku hanya berpikir tentang isi dari syair indah yang engkau dendangkan wahai fulan", jawabnya.

"Mengapa engkau tidak sholat menyembah Tuhanmu?", tanya fulan sambil berdiri

"Aku penasaran akan kata-katamu tadi siang yang membuat aku berpikir panjang dengan segala yang kau ucapkan. maukah engkau memberiku penjelasan di mana Tuhan itu berada?", mohon musafir itu pada fulan.

"Selama ini engkau menyembah-Nya tetapi engkau sama sekali tidak tahu dimana Ia berada. Sungguh sia-sia segala apa yang engkau kerjakan itu, wahai musafir..", jelasnya,

"Tuhan itu banyak..dan jangan sekali-kali lagi engkau berkata menyembah Tuhan karena engkau akan berada dalam kesesatan. Engkau pasti bertanya mengapa aku tidak bertuhan dan mengapa tidak beragama, bukan?",
Musafir itu menganggukkan kepala.

"Aku tidak menyembah tuhan tetapi aku menyembah sang kekasih, yaitu Alloh
Subhaanahu wa Ta'ala.
Mengapa aku mengatakan tidak beragama?  Karena Alloh tidak lagi memberatkannya padaku. Karena aku telah menjadi kekasihNya. Apapun yang Dia pilihkan padaku, itulah yang terbaik buatku walau neraka yang diinginkan-Nya untukku.
Aku bersedia masuk kedalamnya dengan cinta kasih-Nya.
Untuk apa aku memilih sorga bila tidak bisa menjadi kekasih-Nya dan tidak bisa berjumpa serta melihat keindahan wajah-Nya yang Maha Indah itu.
Aku ikhlas menerima kegilaanku karena ingin selalu bercinta dengan-Nya.
Inilah kehendak yang Dia inginkan buat kebaikanku.
Inilah kesucian cinta yang Dia inginkan dariku", katanya menjelaskan pada musafir itu.

"Astaghfirullah ... Maha Suci Engkau, Ya Alloh, dari segala prasangka buruk hamba-Mu..", mohonnya pada Alloh setelah mendengarkan penjelasan dari fulan.

" Tapi mengapa sewaktu aku menyuruhmu sholat tadi siang engkau menolak?", lanjutnya.

"Apakah setiap perbuatan selalu harus aku pamerkan kepada semua manusia?

"Apakah engkau mengetahui kapan aku sholat tadi siang?", fulan balik bertanya.

"Tidak..", jawab Musafir.

" Sesungguhnya amal yang baik adalah bila tangan kanan bersedekah tidak diketahui oleh tangan kirinya. janganlah engkau pamerkan segala amal yang engkau lakukan karena itu semua akan menjauhkanmu dari Alloh.
Engkau akan memakan puji-pujian orang lalu engkau akan menjadi riya' karenanya.
Bukankah tidak jauh dari desa ini ada sebuah hutan? Aku pergi kesana untuk melaksanakan sholat dan meninggalkan tubuhku tetap terbaring dalam nyenyaknya tidur, agar orang melihat apa yang aku perbuat. dan tetap seperti itu pandangan mereka", si fulan menjelaskan.

" Lalu dengan apakah caranya engkau sholat bila tubuhmu engkau biarkan terbaring dalam nyenyaknya tidur di depan masjid ini?", rasa ingin tahu musafir itu semakin menjadi.

"Aku memakai tubuh kekasihku. Yang Maha Dhohir dan Maha Bathin", jawab si fulan dan lanjutnya lagi,

" Besok siang, setelah sholat dhuhur lihatlah tubuhku yang berbaring nyenyak di depan masjid. jangan sekali-kali engkau ganggu tidurku. Lalu pergilah engkau ke hutan sana"

" Baiklah..aku akan menuruti perkataanmu",

Musafir itu menyetujui permintaan fulan. Setelah memberi salam, iapun bergi meninggalkan fulan yang mulai bersyair lagi.

Keesokan harinya, setelah selesai sholat dhuhur, musafir itu memperhatikan fulan yang sedang nyenyak dalam tidurnya. Dan iapun bergegas pergi menuju hutan yang dimaksud. ia mencari-cari dimana fulan berada.

Musafir itu sempat terkejut ketika mendapati fulan sedang melaksanakan sholat dhuhur di bawah teduhnya sebuah pohon tinggi. Ia menunggu hingga selesainya fulan melaksanakan sholat.

Setelah salam dan berdo'a, fulan mendekati musafir yang sejak tadi dalam kebingungan.

"Wahai fulan.., aku tidak mengerti apa yang sedang engkau lakukan. Aku dapati tubuhmu terbaring dalam tidur yang nyenyak di depan masjid. Dan aku disini mendapati pula engkau yang bertubuh melaksanakan sholat. Padahal engkau katakan semalam bahwa engkau pergi kesini dengan memakai tubuh kekasihmu", jelasnya masih belum sadar dari kebingungannya.

"Wahai anak muda, apakah engkau ragu akan kekuasaan ALLOH?", tanya fulan. Musafir itu menggelengkan kepala.

"ALLOH berkuasa pada semua orang pilihan-Nya. tiada mustahil segala apa yang Dia perbuat. Mata yang engkau punyai itu adalah mata kasar. Bila engkau mempunyai mata halus niscaya engkau tiada mendapati aku disana. Itu
hanyalah bayanganku saja. dan tubuh asliku yang sebenarnya ada disini, berada dihadapanmu. mengapa pula aku katakan aku memakai tubuh kekasihku?
Karena bila engkau melihat pada awal kejadian, bahwa sebenarnya tubuh ini hanya menghijab (mendindingi) kenyataan sebenarnya. dinding itu akan hilang bila engkau telah menyerahkan segalanya pada ALLOH.
Bila engkau tiada melihat dinding itu, maka engkau telah memakai pakaian sebenarnya yaitu pakaian ruh.
Tetapi aku tidak bisa menjelaskannya padamu tentang segala sesuatu mengenai ruh karena ruh itu adalah urusan ALLOH. Mereka yang tidak mengerti akan menghalalkan darahku", jelasnya.

"Aku sedikit paham apa-apa yang telah engkau jelaskan, wahai fulan", kata musafir itu.

"Sekarang lihatlah apa yang ada dibalik jubahku ini", kata fulan sambil memperlihatkan sesuatu di balik jubahnya.

Cahaya terang memancar dari dadanya dan menyilaukan mata musafir itu. Karena terkejut dan takjubnya akan terangnya cahaya itu, iapun pingsan. Tak berapa lama, ia sadar dari pingsan dan tidak mendapati lagi fulan di sana. Ia pun berlari untuk menemui fulan yang sedang terbaring nyenyak di depan masjid.

Sesampainya disana, ia membuka selimut yang menutupi tubuh sifulan. Betapa terkejutnya lagi ia karena dibalik selimut itu hanya
didapati tumpukan-tumpukan batu.

"Masya ALLOH...Maha Suci Engkau, Ya... ALLOH....", panjatnya dalam keheranan.

"Ya ALLOH, siapakah fulan ini sebenarnya? siapakah orang yang misterius ini? Siapakah seorang penyair gila ini?", tanyanya dalam hati.

Iapun pergi dengan membawa bermacam kebingungan dan selalu memohon petunjuk
pada ALLOH siapa sebenarnya orang gila yang ia temui itu.
والله أعلم بالصواب...